HUTAN KEMASYARAKATAN
Dalam UU No. 41 tahun 1999, Untuk membedakan
antara hak atas sumber daya hutan yang didasarkan pada hukum adat dan hak yang
didasarkan pada hukum negara atau hak yang diberikan
oleh negara adalah Hak yang didasarkan pada hukum adat, sebenarnya hukum adat merupakan implikasi dari pengakuan bahwa
masyarakat adat telah ada sebelum Republik Indonesia ini didirikan. Sebaliknya,
hak yang diberikan oleh negara bukan hak yang didasarkan pada hukum adat. Namun karena UU Kehutanan sekalipun tidak
mengatakan sama, tetapi tidak memberikan penjelasan yang tegas mengenai
perbedaan istilah masyarakat hukum adat dengan istilah
masyarakat setempat.
Hal ini Sangat riskan untuk menyimpulkan bahwa hak-hak yang dipunyai oleh
masyarakat setempat merupakan hak berian, berbeda dengan hak masyarakat hukum adat yang memang merupakan hak bawaan.
UU Kehutanan memang mengakui hak
bersama (hak ulayat) dan hak perseorangan masyarakat adat atas sumber daya
hutan, Istilah hutan adat kemudian di gunakan
untuk menyebut hutan yang
penguasaannya dilakukan oleh masyarakat hukum
adat, di dalam hutan adat tersebut masyarakat adat boleh melakukan kegiatan
pengelolaan, pemanfaatan dan pemungutan
hasil hutan. hak masyarakat hukum adat dalam pengelolaan hutan meliputi
hak untuk :
1. Melakukan pemungutan hasil hutan untuk
pemenuhan kehutuhan hidup sehari-hari.
2. Melakukan kegiatan pengelolaan
hutan berdasarkan hukum adat yang
berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang.
3.Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraannya
Keputusan UU
Kehutanan tetap menempatkan negara sebagai pelaku utama, pengurusan hutan tetap
sangat mempengaruhi bentuk pengakuan hak maupun keterlibatan masyarakat lokal
dalam setiap level pengurusan hutan, Hak
mereka hanya sebatas perlu diperhatikan dan dipertimbangkan. Misalnya dalam
melakukan kegiatan pengelolaan hutan, hanya perlu memerhatikan hak-hak rakyat, atau sebatas diberikan
kompensasi atas hilangnya lapangan kerja atau atas hilangnya hak atas tanah
miliknya akibat penetapan kawasan hutan. Kompensasi tersebut dapat berupa
pemberian mata pencaharian baru atau keterlibatan dalam usaha pemanfaatan
hutan bersama pemilik izin usaha dibidang kehutanan.
Sementara dalam PP No.34 Tahun 2002, Masyarakat hukum
adat bukan merupakan kompetensinya PP No 34 tahun 2002 mengenai hal tersebut.
Termasuk mengenai hutan adat, jadi dalam konteks masyarakat lokal PP ini hanya
mengatur mengenai masyarakat setempat.
Ada 2 bentuk perhatian yang ditujuan oleh PP ini terhadap masyarakat
setempat, yakni :
1. Mewajibkan para BUMN, BUMD dan
BUMS, Pemegang Ijin Usaha Jasa Lingkungan, Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu maupun Bukan Kayu serta Pemegang Izin Usaha Industri Primer
Hasil Hutan Kayu serta Bukan Kayu, untuk bekerja sama dengan koperasi masyarakat
setempat, paling lama 1 tahun setelah ijin di terima.
2. Memerintahkan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah untuk melakukan pemberdayaan masyarakat setempat, tujuannya
untuk meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam pemanfaatan hutan (pasal 51).
Usaha untuk melakukan peningkatan kelembagaan
dilakukan dengan mengadakan rangkaian fasilitas yang salah satunya adalah
pemberian hak pemanfaatan hutan. Selain
2 hal diatas PP No.34 Tahun 2002 hanya mengulang kembali apa yang sudah di
tentukan oleh Undang-undang Kehutanan, yakni bahwa masyarakat setempat hanya
perlu di perhatikan dan dipertimbangkan dalam setiap komponen pengelolaan hutan
termasuk pada saat melakukan Tata Hutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar