Selasa, 24 November 2015

HUTAN KEMASYARAKATAN



HUTAN KEMASYARAKATAN

Dalam UU No. 41 tahun 1999,  Untuk membedakan antara hak atas sumber daya hutan yang didasarkan pada hukum adat dan hak yang didasarkan pada hukum negara atau hak yang diberikan oleh negara adalah  Hak yang didasarkan pada hukum adat, sebenarnya hukum adat merupakan implikasi dari pengakuan bahwa masyarakat adat telah ada sebelum Republik Indonesia ini  didirikan. Sebaliknya, hak yang diberikan oleh negara bukan hak yang didasarkan pada hukum adat. Namun karena UU Kehutanan sekalipun tidak mengatakan sama, tetapi tidak memberikan penjelasan yang tegas mengenai perbedaan istilah  masyarakat hukum adat dengan istilah masyarakat setempat.
Hal ini Sangat riskan untuk menyimpulkan bahwa hak-hak yang dipunyai oleh masyarakat setempat merupakan hak berian, berbeda dengan hak masyarakat hukum adat yang memang merupakan hak bawaan.

UU Kehutanan memang mengakui hak bersama (hak ulayat) dan hak perseorangan masyarakat adat atas sumber daya hutan, Istilah  hutan adat kemudian di gunakan untuk menyebut hutan yang penguasaannya dilakukan oleh masyarakat  hukum adat, di dalam hutan adat tersebut masyarakat adat boleh melakukan kegiatan pengelolaan, pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan. hak masyarakat hukum adat dalam pengelolaan hutan meliputi hak untuk  :
1. Melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kehutuhan hidup sehari-hari.
2. Melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang.
3.Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya

Keputusan UU Kehutanan tetap menempatkan negara sebagai pelaku utama, pengurusan hutan tetap sangat mempengaruhi bentuk pengakuan hak maupun keterlibatan masyarakat lokal dalam setiap level pengurusan hutan, Hak mereka hanya sebatas perlu diperhatikan dan dipertimbangkan. Misalnya dalam melakukan kegiatan pengelolaan hutan, hanya perlu memerhatikan  hak-hak  rakyat,  atau sebatas diberikan kompensasi atas hilangnya lapangan kerja atau atas hilangnya hak atas tanah miliknya akibat penetapan kawasan hutan. Kompensasi tersebut dapat berupa pemberian mata pencaharian baru atau keterlibatan dalam usaha pemanfaatan hutan bersama pemilik izin usaha dibidang kehutanan.

Sementara dalam PP No.34 Tahun 2002, Masyarakat hukum adat bukan merupakan kompetensinya PP No 34 tahun 2002 mengenai hal tersebut. Termasuk mengenai hutan adat, jadi dalam konteks masyarakat lokal PP ini hanya mengatur mengenai masyarakat setempat.
Ada 2 bentuk perhatian yang ditujuan oleh PP ini terhadap masyarakat setempat, yakni  :
1. Mewajibkan para BUMN, BUMD dan BUMS, Pemegang Ijin Usaha Jasa Lingkungan, Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu maupun Bukan Kayu serta Pemegang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu serta Bukan Kayu, untuk bekerja sama dengan koperasi masyarakat setempat, paling lama 1 tahun setelah ijin di terima.
2. Memerintahkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melakukan pemberdayaan masyarakat setempat, tujuannya untuk meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam pemanfaatan hutan (pasal 51).

Usaha untuk melakukan peningkatan kelembagaan dilakukan dengan mengadakan rangkaian fasilitas yang salah satunya adalah pemberian hak pemanfaatan hutan.  Selain 2 hal diatas PP No.34 Tahun 2002 hanya mengulang kembali apa yang sudah di tentukan oleh Undang-undang Kehutanan, yakni bahwa masyarakat setempat hanya perlu di perhatikan dan dipertimbangkan dalam setiap komponen pengelolaan hutan termasuk pada saat melakukan Tata Hutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar